Powered By Blogger

Friday, July 31, 2009

Dua Bulan

Juni lalu …

Engkau menghina dina diriku
Seakan aku wanita paling rendah di matamu

Engkau melontarkan kata-kata kasar kepadaku
Seakan aku wanita tidak berperasaan dalam hidup ini

Engkau memojokkanku dengan suudzonmu
Dengan asumsimu yang diada-adakan
Seakan aku adalah wanita pembohong
Karena selalu itu pekerjaanmu terhadapku

Engkau menusukku dengan kata saktimu “munafik”
Seakan aku adalah wanita paling kotor di dunia ini

Engkau puas dengan segala hal yang menusuk hatiku
Menghancurkan kalbuku
Meluluhlantakkan cintaku padamu

Engkau memintaku melupakan dirimu
Dan memintaku menjadi temanmu
Dengan segala kesombonganmu, congkakmu
Dengan merasa engkau adalah manusia paling benar
Manusia paling suci
Manusia yang tak pernah salah

Kau buat itu semua agar aku membencimu
Tapi, aku tidak pernah membencimu
Karena aku selalu sediakan ruang di hatiku untuk dibenci

Juli ini…

Kau memasang status yahoomu
“miss u so much beiby. I think of you each time”
Dengan apa yang telah kau lakukan padaku bulan lalu
Aku berharap itu bukan untukku

Kau mengirimkan link lagu Baby Face
“Everytime I Close My Eyes” untukku
Aku berfikir kau sedang tidak sadar waktu mengirimkannya

Kau menelponku pagi-pagi
Dan aku berfikir kau salah tekan nomor
Aku hanya mendengarkan nada suara anakku saja bernyanyi
Karena suara malaikat kecilku adalah yang indah

Maaf, aku tak ingin lagi berurusan dengamu
Kau memintaku melupakanmu
Dan aku menjalani permintaanmu
Aku sudah keluar dari kehidupanmu
Berurusan denganmu sama saja menghancurkan masa depanku sendiri
Berurusan lagi denganmu sama saja aku mundur ke belakang

Dan semua yang kau lakukan padaku bulan lalu
Semua suuzdon, kesombongan, kemunafikan, hina dina dan kata-kata kasarmu
Adalah sebenarnya cerminan dirimu sendiri
Dan karma akan menjadi bagian dari hidupmu kelak

*b1n 4als, 150709

Friday, July 10, 2009

Jika Ia Cinta

Jika ia cinta

Aku akan menggenggamnya

Dan menghabiskan waktuku dengannya

Agar tak ada lagi yang menggodanya


Jika ia cinta

Aku akan berbagi dengannya

Segala yang sederhana

Agar tidak sombong adanya


Jika ia cinta

Aku akan memeluknya

Merasakan hangat tubuhnya

Dan getaran di dadanya


Jika ia cinta

Aku akan tertawa bersamanaya

Agar tidak ada lagi duka

Dan air mata


Jika ia cinta

Aku takkan memusuhinya

Aku akan bersahabat dengannya

Tanpa pamrih adanya


Jika ia cinta

Kukan melebur bersama

Berkumpul berpegangan tangan dengannya

Berbagi asa dan cita


Jika ia cinta

Pergi dan berpisah

Aku takkan menghalanginya

Kukatakan padanya

Aku akan merindukannya


Jika ia cinta

Menghilang di depan mata

Aku tidak akan mencarinya

Kukan memimpikannya


Jika ia cinta

Berpisah dan tak berjua

Itu bukan salahnya

Tapi kemauannya


Jika ia cinta

Akukan merelakannya

Agar ia bahagia

Dan dapat menaburkan dirinya

Ke semua pencari cinta


*b1n, 19.07.05

Wednesday, July 01, 2009

Jama’ah Yuukkk …

“Hayo buru Magriban, mo’ pulang gak?”

“Iya, nih …”

“Imam, Bu!”

“Kok gue sihhh???”

“Lah, situ kan yang paling tua di antara kita semua.”

“Ya, tapi gue kasih kesempatan dah buat yang muda.”

“Bu, di mana-mana prioritas yang jadi imam tuh umur tua. Lagian sapa suruh, jadi tua duluan?”

“Huehehehee …. “

“Emansipasi generasi muda, dong!”

“Lo aja kalo gitu?”

“Gak ah. Tuh, si Melani aja.”

“Gak mau!”

“Ya udah, tunggu si Dewi kalo gitu.”

“Yah, kelamaan kaleee …”

“Hayo, sok, lo aja Mut.”

“Ogah, ah!”

“Ya udah, lo iqomah aja.”

“Gak mau.”

“Iqomah gak mau, Imam gak mau …”

“Nah, lo aja kalo gitu …”

“Gue gak pantes.”

“Dia aja.”

“Gue gak pede, gak bisa. Jadi makmum ajah.”

“Yeee … buru, buru … Pada mo’ nginep neh di kantor ceritanya? Maen lempar-lemparan …”

“Nah, tuh si ‘Mamih’ dah maju. Yo’, Mut, qomat gih.”

“Gak ah! Mending gw geser neh posisinya.”

“Ya udah, gw aja yang qomat.”

Dan, akhirnya jadilah kami berjama’ah.

Begitulah cerita yang umum terjadi di kalangan kaum hawa begitu berkumpul bersama secara tidak sengaja dalam suatu kantor untuk, ceritanya sholat masing-masing. Namun, begitu ada suara untuk berjama’ah, maka terciptalah dialog seru di atas di antara semua anggota yang hadir.

Berbeda dengan kaum adam yang memang tidak akan seberisik itu kala waktunya berjama’ah. Mereka dengan tenang akan mempersilahkan yang lebih tua atau yang lebih cakap dalam hal sholat dengan memberikan isyarat melalui tangan untuk mempersilahkan.

Namun, di acara ramainya itulah karakter wanita terlihat dengan sesungguhnya. Bawel, berisik, tidak pede-an untuk tunjuk-tunjukkan menjadi imam. Agama dan lingkungan membentuk pribadi kaum hawa menjadi seperti itu. Agama memang tidak memperbolehkan wanita menjadi imam kala pria ada di sana. Lingkungan Asia (budaya) memperdaya wanita untuk tidak berkehendak ‘maju’ ke depan. Agama adalah prinsip yang memang harus diikuti aturannya. Namun, lingkungan bisa kita ubah dengan cara pandang kita dan fikiran dan tindakan yang positif.

Kala pria tidak ada, agama tidak mengharamkan menjadi imam wanita di antara sesama wanita. Dan untuk lingkungan, mari kita ciptakan budaya ‘maju’ yang sebenarnya telah kita gongkan sejak lama, emansipasi wanita. Wanita selalu meributkan hal emansipasi. Tetapi, begitu waktunya tiba untuk unjuk gigi, kenapa harus disia-siakan kesempatan itu? Mulailah mendominasi ‘akar’ emansipasi, agar kelak praktek terbukti, bukan sekedar gembar-gembor belaka.

Tidak hanya ada pilot wanita, pengendara bus way wanita, IT wanita, Ahli Geologi wanita, ABRI wanita, tapi jadilah juga imam wanita dalam komunitasnya. Analogikanya adalah wanita yang menjadi single parent bagi keluarganya. Iapun adalah imam bagi anak-anaknya.

Maka, berhimpit-himpitanlah kami berenam dalam jama’ah di ruangan mushollah 1.3x2.5 meter.

Semoga Allah mendengar dan mengabulkan do’a-do’a kami. Amien …

*b1n

10.04.07

I did it my way

Judul di atas adalah topik LiteFM105.8 pada Jum’at ini (26/06/09). Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan keinginan kita bukan keinginan orang lain.

Kita harus konsisten dengan usaha yang kita lakukan untuk meng-golkan keinginan kita. Konsisten bisa kita pertahankan. Yang susah adalah kurva kehidupan kita yang naik turun (mood) karena faktor dari dalam dan luar.

Itu memang manusiawi. Sebagaimana nara sumber mengingatkan bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan secara mudah berarti itu adalah hal yang kecil. Tapi bila kita susah mendapatkannya dan penuh perjuangan, itu adalah sesuatu yang besar.

Mayoritas telpon dan sms yang masuk dalam materi tersebut adalah mengenai our way sebagai orang tua dan anak-anak way. Banyak orang tua memaksakan kehendak anak-anaknya karena ambisi orang tua. Padahal sebenarnya tugas orang tua adalah mengarahkan keinginan anak tanpa menjerat mereka ke dalam egoisme orang tuanya.

Memang anak masih belum tau apa keinginan dan kemauan mereka kelak mereka besar. Tapi, sebagai orang tua, kita harus lihat bakat anak-anak kita dahulu, kalau perlu dan memungkinkan kita perlu memberikan anak-anak kita tes bakat. Setelah itu, kita bisa arahkan ke bakat dan keinginan anak-anak kita untuk masa depannya.

Dulu, Kahlil Gibran pernah diblack list puisinya yang menyatakan “Anak-anak kita bagaikan panah yang melesat dari busurnya”. Tapi, nara sumber Haidar Bagir berpendapat justru itulah yang benar. Kita, orang tua adalah busurnya yang melepaskan dan mengarahkan si anak sebagai panahnya yang lepas dan mencari jalannya sesuai arahan busur.

Nara sumber juga berpromosi tentang film layar lebar “Garuda Di Dadaku”. Film itu mengisahkan ambisi kakeknya yang menginginkan anaknya sekolah tinggi, bekerja dan memakai jas. Tapi, si anak lebih memilih menjadi pemain bola dan mengharumkan nama Indonesia. Di sini, penulis cerita ingin menyampaikan bahwa apa yang menjadi pilihan anak adalah apa yang orang tua harus dukung. Bukan malah memaksakan kehendak orang tua yang nota bene bisa menghancurkan mental anak.

Ada seorang kawan belum lama ini curhat mengenai ketidak adilan orang tuanya kepadanya. Kawan yang menjadi bungsu ini memilih mengambil jurusan bahasa Inggris untuk kuliahnya. Tapi, orang tuanya menginginkan ia mengambil jurusan manajemen. Karena keinginan si kawan bertolak belakang dengan keinginan orang tuanya, maka terjadilah ketidak adilan yang ia rasakan dengan abang-abangnya karena dua abangnya lebih memilih menuruti kemauan orang tuanya

Walau begitu, ia tidak kecil hati. Ia tetap menyayangi orang tuanya. Dan ia buktikan bahwa jurusan yang ia ambil tidaklah sejelek anggapan orang tuanya yang menyangsikan prospek ke depannya. Dan kawan saya ini bertekad akan adil kepada anak-anaknya kelak dan mendukung sepenuhnya keinginan anak-anaknya.

Anak adalah titipan Allah kepada kita karena kita sudah dipercaya olehNya untuk memelihara dan membesarkan dengan cinta dan kasih sayang. Dengan kepercayaanNya, apakah kita sebagai orang tua harus menyakitinya dengan memaksakan kehendak kita agar ambisi kita tercapai lewat anak kita?

Anak-anak kita adalah malaikat-malaikat dunia kita. Penghibur di kala sedih. Pelengkap di kala senang dan gembira. Mereka adalah rezeki kita. Penyemangat hidup untuk selalu mencari yang terbaik dalam hidup agar masa depan mereka terjamin, oleh keyakinan kita, kerja keras kita, ibadah kita dan cinta kita.

Sayangilah anak-anak kita sebagaimana kita menyayangi orang tua kita. Jangan ada pilih kasih di antara anak-anak kita. Jangan ada acara menyakitinya baik secara lahir maupun bathin. Jangan pula ada pemaksaan kehendak. Biarkan mereka tumbuh sesuai kodratnya. Dukunglah apa yang mereka yakini selama itu masih berada dalam jalur agama dan logika. Cintai dan sayangi mereka sebagaimana kehendak Allah dalam menitipkan “paketnya” kepada kita. Semoga anak-anak kita menjadi orang-orang yang berguna bagi semua. Amin.

Thursday, June 25, 2009

30

Tiga puluh

Memasuki usia 30 dalam bulan dan tahun ini membuatku berkilas balik pada 30 tahun kehidupan yang telah kulewati dan berfikir 30 tahun ke depan yang akan kujalani.

Terus terang, memasuki bulan penentu 30 ini membuatku stress tak rasional. Tak lain karena masalah hati. Masalah yang sudah kukubur semenjak memutuskan menjadi single parent 4,5 tahun yang lalu. Setelah 4 tahun menyendiri dengan anak saja, ada waktu di mana seorang lelaki datang ke kehidupanku dan membuatku mengenal cinta lagi kepada lelaki.

Lelaki yang biasa saja. Baik hati dan tidak macam-macam. Dia sangat mencintaiku dan sampai akhirnya akupun tidak bisa menolak cinta baiknya. Kelembutannya dan perhatiannya terutama ke anakku membuatku tak bisa ke lain hati.

Waktu merubah segalanya. Kini, dia sangat membenciku. Aku memintanya putus karena tidak sanggup disingkirkan terus sebagai pasangannya. Aku sensitive. Berharap dia bisa menekan sensitifitasku dengan kasih sayangnya. Namun, alasan dia kini adalah karena aku adalah yang menurut kata-katanya adalah wanita hina, rendah dan munafik.

Aku tidak membencinya. Karena aku masih mencintainya dan aku ingin menjaga cinta dalam hatiku untuk dia. Aku hanya meminta kepada Yang Maha Kuasa agar ia disadarkan hatinya. Agar ia tidak lagi berkata-kata kasar kepadaku. Aku meminta kepadaNya agar ia menghargai aku sebagai wanita. Agar ia bercermin, siapa sebenarnya berada di posisi munafik? Siapa sebenarnya yang terlalu banyak suudzon? Ia selalu menuduhku dengan asumsi-asumsinya sendiri tanpa informasi yang valid.

Tiga minggu sebelum masuk 30ku, dia menghancurkan hatiku. Mengaduk-aduk perasaanku. Membenciku dengan seluruh jiwanya. Membuangku dengan kesombongannya. Mendepakku dengan amarahnya. Membunuhku dengan sikapnya. Menorehkan luka di hatiku dengan kebenciannya.

Aku sedih. Aku terluka. Aku terbuang. Aku disia-sia. Aku menjadi kerdil. Aku serasa tidak bernyawa. Aku hilang. Aku terpuruk. Aku menangis setiap malam. Berharap pada bintang. Bintang mana yang dapat menolongku? Tidak ada.

Selalu. Allah akan selalu ada untukku. Hanya Dia penolongku sekarang. Aku mengadu kepadaNya setiap perbuatan jahat dan kata-kata kasar dari lelaki itu. Aku minta ketenangan jiwa. Kesabaran hati. Ketentraman segalanya. IA selalu sayang kepada umatnya dan cepat mengabulkan do’a-do’a orang yang teraniaya. Aku meminta maaf kepadaNya selama ini.

Dalam 30 ini, aku putuskan untuk tidak panik. Kejadian kemarin adalah pelajaran terbaikku. Aku pernah dapat yang lebih buruk dari itu. Tapi, dalam kejadian yang baru ini, aku belajar memaafkan. Aku belajar member ruang di hati untuk dibenci. Kepanikan akan membuatku mandek dan tidak “hidup”.

Dalam 30 ini, aku putuskan untuk bahagia. Menjalani semuanya dengan gembira dan penuh suka cita. Aku tata dan rencana semuanya. Untuk hidup bahagia dan bisa meraih cita-cita. Aku memang masih mencintainya. Tapi, cinta itupun butuh realita.

Hey, akupun heran. Biasanya kalau lelaki itu tidak kelihatan, anakku tercinta akan bertanya mengenai dia. Tapi, selama ini dia tidak pernah lagi menanyakannya. Aku yakin, malaikat kecilku merasakan luka hatiku karenanya. Ia berasa.

Kemarin adalah sejarah. Besok adalah misteri. Hari ini adalah hidup.

Terima kasih Allah untuk hidup yang indah ini. Mohon bantuanmu dalam segenap upayaku mencapai yang terbaik untuk semuanya untuk masa depanku. Amin. Amin ya Robbal ‘Alamin … I love u, ALLAH.