Judul di atas adalah topik LiteFM105.8 pada Jum’at ini (26/06/09). Lakukanlah segala sesuatu berdasarkan keinginan kita bukan keinginan orang lain.
Kita harus konsisten dengan usaha yang kita lakukan untuk meng-golkan keinginan kita. Konsisten bisa kita pertahankan. Yang susah adalah kurva kehidupan kita yang naik turun (mood) karena faktor dari dalam dan luar.
Itu memang manusiawi. Sebagaimana nara sumber mengingatkan bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan secara mudah berarti itu adalah hal yang kecil. Tapi bila kita susah mendapatkannya dan penuh perjuangan, itu adalah sesuatu yang besar.
Mayoritas telpon dan sms yang masuk dalam materi tersebut adalah mengenai our way sebagai orang tua dan anak-anak way. Banyak orang tua memaksakan kehendak anak-anaknya karena ambisi orang tua. Padahal sebenarnya tugas orang tua adalah mengarahkan keinginan anak tanpa menjerat mereka ke dalam egoisme orang tuanya.
Memang anak masih belum tau apa keinginan dan kemauan mereka kelak mereka besar. Tapi, sebagai orang tua, kita harus lihat bakat anak-anak kita dahulu, kalau perlu dan memungkinkan kita perlu memberikan anak-anak kita tes bakat. Setelah itu, kita bisa arahkan ke bakat dan keinginan anak-anak kita untuk masa depannya.
Dulu, Kahlil Gibran pernah diblack list puisinya yang menyatakan “Anak-anak kita bagaikan panah yang melesat dari busurnya”. Tapi, nara sumber Haidar Bagir berpendapat justru itulah yang benar. Kita, orang tua adalah busurnya yang melepaskan dan mengarahkan si anak sebagai panahnya yang lepas dan mencari jalannya sesuai arahan busur.
Nara sumber juga berpromosi tentang film layar lebar “Garuda Di Dadaku”. Film itu mengisahkan ambisi kakeknya yang menginginkan anaknya sekolah tinggi, bekerja dan memakai jas. Tapi, si anak lebih memilih menjadi pemain bola dan mengharumkan nama Indonesia. Di sini, penulis cerita ingin menyampaikan bahwa apa yang menjadi pilihan anak adalah apa yang orang tua harus dukung. Bukan malah memaksakan kehendak orang tua yang nota bene bisa menghancurkan mental anak.
Ada seorang kawan belum lama ini curhat mengenai ketidak adilan orang tuanya kepadanya. Kawan yang menjadi bungsu ini memilih mengambil jurusan bahasa Inggris untuk kuliahnya. Tapi, orang tuanya menginginkan ia mengambil jurusan manajemen. Karena keinginan si kawan bertolak belakang dengan keinginan orang tuanya, maka terjadilah ketidak adilan yang ia rasakan dengan abang-abangnya karena dua abangnya lebih memilih menuruti kemauan orang tuanya
Walau begitu, ia tidak kecil hati. Ia tetap menyayangi orang tuanya. Dan ia buktikan bahwa jurusan yang ia ambil tidaklah sejelek anggapan orang tuanya yang menyangsikan prospek ke depannya. Dan kawan saya ini bertekad akan adil kepada anak-anaknya kelak dan mendukung sepenuhnya keinginan anak-anaknya.
Anak adalah titipan Allah kepada kita karena kita sudah dipercaya olehNya untuk memelihara dan membesarkan dengan cinta dan kasih sayang. Dengan kepercayaanNya, apakah kita sebagai orang tua harus menyakitinya dengan memaksakan kehendak kita agar ambisi kita tercapai lewat anak kita?
Anak-anak kita adalah malaikat-malaikat dunia kita. Penghibur di kala sedih. Pelengkap di kala senang dan gembira. Mereka adalah rezeki kita. Penyemangat hidup untuk selalu mencari yang terbaik dalam hidup agar masa depan mereka terjamin, oleh keyakinan kita, kerja keras kita, ibadah kita dan cinta kita.
Sayangilah anak-anak kita sebagaimana kita menyayangi orang tua kita. Jangan ada pilih kasih di antara anak-anak kita. Jangan ada acara menyakitinya baik secara lahir maupun bathin. Jangan pula ada pemaksaan kehendak. Biarkan mereka tumbuh sesuai kodratnya. Dukunglah apa yang mereka yakini selama itu masih berada dalam jalur agama dan logika. Cintai dan sayangi mereka sebagaimana kehendak Allah dalam menitipkan “paketnya” kepada kita. Semoga anak-anak kita menjadi orang-orang yang berguna bagi semua. Amin.
No comments:
Post a Comment